Senin, 08 April 2013

Dua Sisi Reformasi

Beberapa waktu yang lalu, kami menonton Monoplay Fang Yin. Karena itulah kami tertarik untuk menulis sebuah tulisan tentang Tragedi Mei 1998..

Pada Mei 1998 terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan kerusuhan dan perusakan aset negara. Pada tanggal 12-15 Mei 1998 khususnya di Ibu kota, namun juga terjadi di kota lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis  finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti dimana 4 mahasiswa Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei.

Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amuk massa. Terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kota-kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan “Milik Pribumi” atau “Pro-reformasi”.
Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surakarta.
Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, lalu dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia.

Kerusuhan terjadi dipicu karena Suharto terpilih lagi menjadi Presiden RI. Oleh karena itu, beberapa pihak tidak setuju, diantaranya mahasiswa Universitas Trisakti. Mereka berencana akan berdemo didepan kantor DPR. Tetapi saat mereka akan memulai aksi berdemo, mereka tidak mendapatkan ijin dari kantor DPR. Mereka pun memutuskan untuk berdemo disekitar universitas mereka. Namun tanpa disangka pasukan bersenjata datang dan mulai menyerang para mahasiswa yang ikut maupun yang tak ikut berdemo. Parahnya lagi beberapa polisi menembakkan peluru tajam kearah mahasiswa Trisakti. Mahasiswa-mahasiswa itu pun berlarian kesana kemari menyelamatkan diri mereka sendiri. Hari berikutnya para mahasiswa dari berbagai universitas bersatu untuk melawan aparat polisi. Tetapi usaha mereka percuma saja. Mereka dilempari gas air mata, tidak ada jalan lain selain melarikan diri. Ada yang masuk selokan, masuk kedalam gedung universitas, dan lain-lain.

Salah satu orang yang terlibat dalam tragedi Mei 1998 adalah Bu Dian, fasilitator SALAM. Pada saat itu Bu Dian sedang menempuh pendidikan di Universitas Kristen Indonesia.
            
Perempuan bernama lengkap Dian Martiningrum ini, lahir di Jakarta, 19 Maret 1979. di Yogyakarta Bu Dian tinggal di Perumahan Tirtonirmolo B5 Kasihan Bantul, bersama suami dan kedua anaknya. Suaminya bernama Ignatius Sugiarto dan kedua anaknya yang bernama Renane Anak Pungkasasi (8) dan  Ilumilenang (2). Saat masih di Jakarta, Bu Dian tinggal bersama kedua orang tuanya, Bapak Sumarjono dan Ibu Dewi Astuti.

“Banyak temanku yang keturunan Tionghoa. Tetapi mereka baik-baik saja, mungkin hanya di daerah tertentu saja yang memperlakukan etnis Cina secara tidak adil.” ujar Bu Dian saat kita tanya keadaan teman Bu Dian yang masih keturunan Tionghoa. Tahun itu juga, banyak warga etnis Cina yang
memilih berpindah tempat ke luar negeri. Tetapi banyak orang Tionghoa yang tidak bisa pergi karena tidak memiliki dana untuk pergi. Bu Dian tidak tahu mengapa etnis Cina yang menjadi sasaran amuk massa.

Percakapan kami dengan Bu Dian ini kami lakukan setelah kami menyaksikan Monoplay Musikal “Sapu Tangan Fang Yin”. Kami menontonnya di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta pada 18 Januari 2013. Monoplay ini diperankan oleh Dapoer Seni Djogdja.

Cerita Fang Yin, adalah salah satu cerita yang terkenal di masyarakat. Fang Yin adalah warga Indonesia keturunan etnis Cina, yang dalam tragedi Mei 1998 menjadi korban perkosaan massal. Karena trauma, akhirnya Fang Yin dan keluarganya memilih pindah ke Los Angeles, Amerika Serikat. Fang Yin mengutuk Jakarta, bahkan membenci Indonesia.
                                Ketika masih di Indonesia Fang Yin dekat dengan seorang pria pribumi bernama berdomisili Zulfikar. Mereka saling mencintai. Hubungan cinta mereka kandas akibat tragedi Mei 1998. Zulfikar mengakui kelemahan dirinya. Sikapnya yang pengecut dan mencari selamat, membuat Zulifkar merasa tidak pantas menerima cinta Fang Yin. Untuk melupakan masa lalunya,  Zulifkar menikah dengan Rina, teman Fang Yin dan Zulfikar. Tetapi usaha Zulfikar untuk melupakan masa lalunya sia-sia saja. Ia masih sangat mencintai Fang Yin.
   
Setelah Fang Yin menjadi korban perkosaan dan memutuskan untuk pindah ke Los Angeles, ia berusaha menyembuhkan traumanya. Perjuangannya dibantu Profesor Lee, Papi, Ling ling, dan Paman Gouw. Selalu berdoa kepada Tuhan,  menjadi kekuatan besar dalam penyembuhan trauma Fang Yin. Ia pun akhirnya kembali mencintai Indonesia. Fang Yin sadar atas keterikatan dirinya, keluarganya, dan nenek moyangnya atas sejarah bangsa sejak era Kerajaan Majapahit hingga kemerdekaan Indonesia. Melalui cinta, Fang Yin mampu membebaskan dirinya dari trauma masa lalunya.  berdomisili berdomisili
Informasi dari para orangtua kami tidak sejelas informasi dari Bu Dian. Karena orangtua kami waktu itu tidak ada yang berdomisili di Jakarta. Misalkan Bu Lusi, (Mamanya Yayang) yang sedang hamil
Yayang. Bu Dewi (Mamanya Iris), saat itu belum menikah dan tinggal di Muntilan. Saat itu di Muntilan banyak toko yang tutup, terutama milik Etnis Cina. Bu Christine (Ibunya Nandha), hanya melihat berita Tragedi 1998 itu dari televisi. Katanya, ada 5 mahasiswa Universitas Trisakti yang terbunuh, salah satunya Elang Maulana. Pak Esta (Bapaknya Gerry), saat itu sedang menetap di Bogor.

Melalui cerita Bu Dian, orang tua kami, dan Monoplay Fang Yin, kami mendapat gambaran yang jelas tentang kejadian saat itu. Walaupun kami tidak mengalaminya sendiri.

Ditulis oleh: Iris, Yayang, Gerry, Nandha

Narasumber:
- Wikipedia
- Orang Tua kami
- Sinopsis Monoplay Fang Yin
- Bu Dian

1 komentar: